Petikhasil.id – Sebelum gadget meramaikan dunia anak-anak, ada satu hiburan sederhana yang selalu dinanti ketika musim hujan tiba berburu suung. Begitulah masyarakat Sunda menyebut jamur liar yang sering muncul tiba-tiba di pekarangan, pematang sawah, hingga pinggiran kebun. Bagi anak-anak desa dulu, menemukan suung jadi momen seru yang tak terlupakan.
Dari Hiburan Jadi Sumber Pangan
Suung bukan sekadar mainan masa kecil, tapi juga bisa dimakan. Jenis yang biasa dikonsumsi antara lain suung endog (jamur telur), suung hiris (jamur tipis di sawah), dan suung lamping (jamur berpayung besar). Rasanya gurih, apalagi bila ditumis bersama bawang merah dan cabai. Meski begitu, tidak semua suung aman. Pengetahuan lokal biasanya jadi kunci untuk membedakan yang layak konsumsi dengan yang beracun.
Secara gizi, suung mengandung protein nabati, serat, vitamin B kompleks, mineral seperti zat besi dan kalium, hingga antioksidan alami. Dengan kandungan ini, suung dianggap sebagai sumber pangan liar yang menyimpan potensi besar untuk kesehatan.
Baca Lainya: Daun Katapang, Rahasia Perawatan Cupang yang Bernilai Ekonomi | Unik! Pohon Aren Bunar Tak Bisa Ditaman, Tapi Gulanya Jadi Andalan Kopi
Ciri-Ciri Suung yang Bisa Dimakan
Tidak semua jamur liar aman untuk dikonsumsi. Berdasarkan pengalaman petani dan kearifan lokal Sunda, suung yang bisa dimakan biasanya memiliki ciri:
- Warna payung jamur cerah tapi tidak mencolok (putih, cokelat muda, atau krem).
- Aroma segar, mirip tanah basah atau jerami, bukan bau menyengat seperti kimia.
- Daging jamur lembut saat dipatahkan, tidak mengeluarkan getah berwarna.
- Tidak menimbulkan rasa getir atau pahit saat dicicip sedikit di lidah.
- Umumnya tumbuh berkelompok di tanah lembap bekas jerami, bukan di batang kayu busuk berwarna mencolok.
Meski begitu, kehati-hatian tetap penting. Jika ragu, jangan memaksakan memakan jamur liar tanpa pendampingan orang yang berpengalaman.
Kenapa Suung Tumbuh Liar?
Keunikan suung adalah kemunculannya yang selalu tiba-tiba setelah hujan deras. Jamur ini berkembang biak lewat spora yang tersebar oleh angin, air, atau hewan kecil. Tanah lembap yang kaya bahan organik daun gugur atau jerami membusuk jadi media alami tempat jamur tumbuh. Itulah sebabnya suung seolah bermunculan semalam di halaman rumah atau pinggir sawah.
Kini, di tengah tren kembali ke pangan lokal, suung bukan hanya nostalgia anak desa, tapi juga simbol betapa tanah Indonesia begitu subur. Dari pekarangan sederhana, ia tumbuh sebagai pangan penuh manfaat yang bisa jadi penyelamat di meja makan.***