Petikhasil.id, INDRAMAYU – Kabupaten Indramayu menghadapi tren penyusutan luas panen yang kian nyata. Data menunjukkan, sepanjang 2015-2024, luas panen padi di daerah ini berkurang drastis dari 284.800 hektare menjadi hanya 218.068 hektare.
Angka itu menandai hilangnya sekitar 66.732 hektare lahan panen dalam kurun sembilan tahun, atau setara penurunan 23,4%.
Menyitir data Badan Pusat Statistik (BPS), 2015 menjadi titik puncak dengan capaian hampir 285.000 hektare. Namun, tiga tahun kemudian, tepatnya 2018, luas panen sudah terkoreksi menjadi 259.750 hektare.
Kondisi serupa berlanjut pada 2019 hingga 2021. Indramayu kehilangan lebih dari 27.000 hektare dalam rentang tiga tahun. Luas panen yang semula 259.750 hektare di 2018 merosot hingga menyisakan 232.021 hektare pada 2021.
Sempat ada stagnasi pada 2022, ketika luas panen hanya berubah tipis menjadi 231.991 hektare. Namun, tren penurunan kembali muncul pada dua tahun terakhir, dengan catatan 230.050 hektare di 2023 dan 218.068 hektare pada 2024.
Data ini memperlihatkan dua pola besar. Pertama, penurunan yang relatif tajam pada periode 2015–2021. Kedua, stagnasi singkat yang kemudian diikuti penurunan lanjutan pada 2022–2024. Secara keseluruhan, Indramayu kehilangan hampir seperempat luas panen dalam sembilan tahun terakhir.
Implikasi dari kondisi ini sangat besar. Sebagai penyumbang produksi beras terbesar di Jawa Barat, bahkan kerap disebut lumbung pangan nasional, penurunan luas panen berarti berkurangnya kemampuan Indramayu menopang kebutuhan pangan regional dan nasional.
Jika pada 2015 kontribusi Indramayu masih bertumpu pada 284.000 hektare sawah, kini kemampuan itu terkikis hanya dengan basis 218.000 hektare.
Faktor penyebab penyusutan luas panen tidak dapat dilepaskan dari sejumlah dinamika struktural. Alih fungsi lahan pertanian menjadi kawasan perumahan dan industri terus meningkat, seiring pertumbuhan penduduk dan tekanan kebutuhan ruang.
Baca Lainya: Harga beras di Cirebon melonjak akibat El Nino | Jagung Jadi Pilar Ketahanan Pangan Indonesia
Di sisi lain, perubahan iklim juga memengaruhi produktivitas lahan, terutama dengan meningkatnya risiko banjir dan kekeringan yang kerap menghantam kawasan utara Jawa
Sebelumnya, pemerintah Kabupaten Indramayu mengembangkan pertanian modern di lahan sekitar 10.000 hektare. Dalam pengembangan tersebut, pemerintah melibat sejumlah petani milenial.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Indramayu Sugeng Heriyanto menyebutkan dari 10.000 hektare lahan tersebut, seluas 3.000 hektare ada di Tukdana, 2.000 hektare di Bangodua, 2.000 di Lelea, 1.500 hektare di Widasari, dan 1.500 hektare di Cikedung.
“Program ini bertujuan meningkatkan produktivitas pertanian melalui penggabungan inovasi teknologi dan keterlibatan generasi muda,” kata Sugeng.
Menurutnya, Indramayu memiliki potensi menjadi terdepan dalam pengembangan pertanian modern di Indonesia. Program tersebut pun menggunakan pendekatan aplikatif, modifikasi, dan efisien, dengan melibatkan petani milenial serta teknologi alsintan.
Sugeng mengatakan, tahun lalu, produksi padi di wilayahnya sudah menembus angka 1,1 juta ton hingga Agustus 2024. Kami optimis produksi padi bisa tercapai,” kata Sugeng.
Menurutnya, angka tersebut membuat daerah di kawasan Metropolitan Rebana ini menjadi penopang daerah produksi beras terbesar di Jawa Barat. ***