Petikhasil.id, GARUT – Rencana pembangunan Sentra Industri Hasil Tembakau (SIHT) di Kabupaten Garut dipastikan akan menggunakan alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT).
Langkah ini menjadi strategi baru Pemerintah Kabupaten Garut untuk memperkuat basis penerimaan daerah sekaligus mengoptimalkan potensi besar komoditas tembakau yang selama ini menjadi andalan.
Kepala Bidang Sarana dan Prasarana serta Pemberdayaan Industri Disperindag Jawa Barat Meidy Mahardani mengatakan kehadiran SIHT merupakan kebutuhan mendesak.
Menurutnya, Garut berpeluang besar meningkatkan porsi penerimaan dari dana cukai karena memiliki lahan tanam tembakau terluas di Jawa Barat.
“Kami berharap di Garut segera ada SIHT agar kepastian penerimaan lebih terjaga dan target DBHCHT dapat meningkat,” ungkap Meidy, Selasa (30/9/2025).
Ia menambahkan, keberadaan pusat industri ini tidak hanya soal penerimaan fiskal, tetapi juga menyangkut keberlanjutan ekonomi para petani dan pengusaha kecil di sektor hasil tembakau.
Menurutnya, Garut dinilai sebagai kabupaten dengan lahan tembakau paling luas di Jawa Barat. Hasil studi kelayakan yang dilakukan pemerintah provinsi menyebutkan, luas area tanam tembakau mencapai 3.600 hektare dengan total produksi sekitar 3.100 ton per tahun.
Angka ini menempatkan Garut sebagai kandidat utama lokasi percontohan SIHT di wilayah Jabar.
Ia pun menyebut Garut memiliki semua syarat untuk menjadi sentra industri tembakau. “Belum ada satupun kawasan industri hasil tembakau di Jawa Barat. Garut bisa menjadi yang pertama sekaligus pemodelan bagi daerah lain,” jelasnya.
Selain basis pertanian, Garut juga sudah memiliki 14 perusahaan yang tercatat sebagai pengusaha barang kena cukai. Rinciannya, 10 perusahaan bergerak di tembakau rajangan mole dan 4 perusahaan di rokok kretek tangan golongan tiga.
Kehadiran SIHT diyakini dapat memberikan kepastian hukum sekaligus memudahkan proses perizinan bagi para pelaku industri tersebut.
Berdasarkan data, ada dua kecamatan yang masuk dalam usulan lokasi pembangunan, yakni Leles dan Banyuresmi. Meski Leles sebelumnya diproyeksikan untuk Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT), hasil kajian menunjukkan Banyuresmi lebih prospektif karena telah memiliki studi kelayakan sejak awal.
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Energi, dan Sumber Daya Mineral Garut, Ridwan Effendi, mengungkapkan pembebasan lahan sebenarnya sudah dilakukan sejak 2022.
Sertifikat tanah pun sudah dikantongi. Hanya saja, luas lahan yang tersedia baru 3.000 meter persegi, sementara regulasi terbaru mensyaratkan minimal 5.000 meter persegi untuk pembangunan SIHT.
“Masih ada kekurangan sekitar 2.000 meter persegi. Itu harus dipenuhi melalui pembelian tambahan agar bisa sesuai regulasi,” jelas Ridwan.
Lebih jauh, SIHT juga diharapkan mampu mempercepat hilirisasi tembakau. Selama ini, sebagian besar hasil panen dijual dalam bentuk bahan baku mentah dengan nilai tambah rendah.
Kehadiran sentra industri akan membuka peluang pengolahan yang lebih beragam, sehingga petani maupun pelaku industri kecil memperoleh margin keuntungan yang lebih baik.
“Pembangunan ini bukan hanya untuk menampung pengusaha, tetapi juga memastikan Garut tidak hanya sebagai penyedia bahan baku. Kita ingin produk tembakau kita naik kelas,” kata Ridwan.
Dari sisi makroekonomi, kontribusi SIHT diharapkan memberi dampak signifikan terhadap pertumbuhan sektor industri dan perdagangan Garut.
Alokasi DBHCHT yang dikelola secara tepat sasaran bisa memperkuat posisi fiskal daerah sekaligus menekan praktik peredaran rokok ilegal yang kerap merugikan negara.***
Baca Lainya: Kenapa Cabai Sering Jadi Biang Inflasi? Fakta dan Solusinya | Rahasia Tanaman Bunga Telang: Dari Pewarna Alami Hingga Obat Herbal