Petikhasil.id, CIREBON – Pemerintah Kabupaten Cirebon mendorong para petambak garam mampu menghasilkan garam bermutu tinggi. Namun, hingga kini, upaya pemerintah untuk mendorong kualitas produksi itu belum diiringi dengan dukungan konkret kepada petani.
Bupati Cirebon Imron Rosyadi mengatakan sebagian besar petambak garam di Kabupaten Cirebon belum seluruhnya mampu menghasilkan garam kualitas terbaik. Menurutnya, kualitas garam menjadi kunci agar produk garam Cirebon mampu bersaing dengan daerah lain.
“Cirebon dikenal sebagai daerah penghasil garam. Selain kuantitasnya, kualitas yang dihasilkan juga harus baik,” kata Imron di Kabupaten Cirebon, Selasa (30/9/2025).
Baca Lainya: Harga beras di Cirebon melonjak akibat El Nino | Kabupaten Indramayu Alami Penyusutan Luas Panen
Pemerintah daerah melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan telah melakukan beberapa kali pembinaan agar setiap garam yang dihasilkan memiliki mutu tinggi.
Imron menegaskan, pelatihan semacam ini akan terus dilakukan, meski sejauh ini petambak garam masih kesulitan menerapkan teknologi modern dalam produksi.
Di lapangan, para petambak garam mengaku kesulitan meningkatkan kualitas garam karena terbentur biaya. Salah satu teknologi yang dianggap mampu meningkatkan mutu garam adalah penggunaan geomembran.
Namun, sebagian besar petani masih menggunakan teknik konvensional yang sudah dipraktikkan turun-temurun.
Rahmat, seorang petambak garam di Kabupaten Cirebon, menjelaskan teknik geomembran memungkinkan kadar garam lebih tinggi, tampilan lebih putih, dan proses panen lebih cepat.
Namun, harga satu gulungan geomembran berukuran 4×40 meter persegi mencapai Rp2,5 juta. Untuk lahan 1 hektare, ia membutuhkan sekitar 30 gulung, sehingga total biaya mencapai Rp75 juta.
“Teknik geomembran ini memang bisa meningkatkan kualitas garam dan mempercepat panen, tapi biayanya sangat tinggi bagi kami,” kata Rahmat.
Rahmat menambahkan, meski pemerintah mendorong peningkatan mutu, petambak belum menerima bantuan berupa subsidi atau penyediaan alat yang memadai.
Akibatnya, sebagian besar petani tetap menggunakan metode lama, meski kualitas garam yang dihasilkan belum maksimal.
“Saya mengakui, garam saya memang belum berkualitas tinggi. Tapi tanpa bantuan pemerintah, sulit bagi kami untuk investasi teknologi baru,” ujarnya.
Situasi ini menimbulkan kekhawatiran terkait daya saing garam Cirebon. Jika kualitas tidak meningkat, garam dari daerah ini akan kalah bersaing dengan produk dari daerah lain yang sudah menerapkan teknologi modern.
Ia menilai, pemerintah harus lebih proaktif dalam menyediakan bantuan bagi petani garam, baik melalui subsidi geomembran, pelatihan intensif, maupun akses pembiayaan yang lebih mudah.
Tanpa langkah nyata, dorongan peningkatan kualitas garam hanya menjadi retorika belaka.
Bupati Imron menegaskan komitmennya untuk terus mendorong kualitas garam, namun hingga kini belum ada program subsidi langsung atau bantuan alat yang jelas untuk petani.
Para petambak pun berharap pemerintah segera hadir dengan solusi konkret agar produksi garam Cirebon tidak hanya dikenal banyak, tetapi juga berkualitas tinggi.***